Disusun oleh:
Feisal Aziez
M. Zakky Fathoni
PROGRAM STUDI
LINGUISTIK TERAPAN
PROGRAM PASCA
SARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2012
PENDAHULUAN
Pengajaran Bahasa Komunikatif (Communicative Language Teaching)
Pada tahun 1960-an, tradisi
pengajaran bahasa mengalami perubahan-perubahan yang cukup mendasar. Perubahan-
perubahan ini terutama dipicu oleh asumsi-asumsi baru tentang hakikat
pembelajaran bahasa, yang secara mendasar mengingkari asumsi-asumsi yang
berlaku saat itu. Pada saat teori linguistik yang mendasari pendekatan
audiolingual ditolak di Amerika Serikat pada tahun 1960-an, para pakar
linguistik terapan Inggris seperti Howatt (1984: 280, dalam Aziez &
Alwasilah, 1996:1) dan bahkan Noam Chomsky juga mulai mempertanyakan ke-efektifitas-an
teori-teori yang mendasari Situational
Language Teaching dan metode tatabahasa-terjemahan. Communicative Language Teaching atau Pengajaran Bahasa Komunikatif
(PBK) muncul sebagai alternatif Situational
Language Teaching dan metode tatabahasa-terjemahan yang teori dasarnya oleh
Chomsky (1957) dianggap tidak mampu menjelaskan karakteristik bahasa yang
fundamental—keunikan dan kreativitas setiap kalimat. Pendekatan pengajaran bahasa
yang berkembang saat itu dianggap belum meliputi dimensi bahasa yang
mendasar—yaitu dimensi fungsional dan
komunikatif. Nunan (1989: 12)
menggambarkan perubahan ini sebagai perubahan dari ‘learning that’ menjadi ‘knowing
how’. Di Indonesia sendiri, PBK baru dikenal pada era tahun 1980-an,
padahal perkembangannya di negara lain sudah relatif lama (Iskandarwassid & Sunendar, 2008).
Respons Fisik Total (Total Physical Response)
Total Physical Response (TPR)
adalah salah satu metode pengajaran bahasa yang dibangun dari koordinasi
percakapan dan tindakan. Metode ini mencoba mengajarkan bahasa melalui
aktivitas fisik. Metode ini dikembangkan oleh James Asher, seorang profesor
dari bidang psikologi di Universitas Negeri San Jose, di California pada tahun
1970. Namun sekitar 1 dekade sebelum itu Asher sudah mulai melakukan penelitian
dan eksperimen tentang metode ini, dikarenakan belum banyak ahli yang meneliti
dan mengembangkan metode TPR ini. Setelah Asher melakukan eksperimen tentang
metode ini dan mulai menemukan hasil positif, maka banyak para ahli bahasa yang
tertarik untuk meneliti dan melakukan eksperimen menggunakan metode ini.
(Richards & Rodger, 2001: 73)
PEMBAHASAN
PENGAJARAN BAHASA KOMUNIKATIF
a.
Pengertian Pengajaran Bahasa Komunikatif
Awalnya, muncul pertanyaan
dalam mengkategorisasikan Pengajaran Bahasa Komunikatif—apakah ia termasuk ke
dalam metode atau pendekatan? Brown (2007: 241) menyatakan bahwa PBK sebaiknya
dipahami sebagai pendekatan, bukan metode. Pendapat ini juga didukung oleh
Richards & Rodgers (2001: 172), Littlewood (1987), Larsen-Freeman (1987:
123), Nunan (1989:12), Aziez & Alwasilah (1996), dan Iskandarwassid &
Sunendar (2008: 55). Hal ini dikarenakan PBK adalah sebuah pendirian teoretis
terpadu (unified) tetapi memiliki
basis luas tentang watak bahasa (the
nature of language) dan tentang pembelajaran dan pengajaran bahasa (Brown,
2007: 241).
Sejumlah definisi PBK yang
muncul terdahulu (Savignon, 1983; Breen & Candlin, 1980; Widdowson, 1978b,
dalam Brown, 2007: 241) ataupun yang terbaru (Savignon, 2005; Ellis, 2005;
Nunan; 2004, dalam Brown, 2007: 241) telah cukup untuk membingungkan kita. Di
Indonesia, para ahli bahasa juga banyak menghabiskan waktu untuk memperdebatkan
definisi dari pendekatan ini (Iskandarwassid & Sunendar, 2008: 55). Oleh
karena itu, Brown (2007: 241) memberikan empat karakteristik yang terkait
sebagai definisi PBK:
1.
Sasaran kelas
difokuskan pada semua komponen kompetensi komunikatif (communicative competence)[1]
dan tidak terbatas pada kompetensi gramatikal atau linguistik.
2.
Teknik-teknik
bahasa dirancang untuk melibatkan para pembelajar dalam penggunaan pragmatik,
otentik, dan fungsional bahasa untuk tujuan bermakna. Bentuk-bentuk bahasa yang
tertata rapi bukan merupakan fokus sentral melainkan aspek-aspek bahasa yang
membantu pembelajar mewujudkan tujuan-tujuan komunikatif.
3.
Kefasihan dan
akurasi dipandang sebagai prinsip-prinsip pelengkap saja yang mendasari
teknik-teknik komunikatif. Terkadang kefasihan harus dikedepankan daripada
akurasi untuk membuat pembelajar tetap terlibat secara bermakna dalam
penggunaan bahasa.
4.
Dalam kelas
komunikatif, para murid pada akhirnya harus menggunakan bahasa secara produktif
dan reseptif, dalam konteks spontan.
Kurikulum
yang bertopang pada kaidah struktural/gramatikal telah mendominasi pengajaran
bahasa selama berabad-abad. PBK sendiri menyarankan bahwa struktur gramatikal
sebaiknya disisipkan ke dalam berbagai kategori fungsional. Banyak penggunaan
bahasa-bahasa otentik disiratkan dalam CLT, ketika guru berusaha membangun
kefasihan siswa (Chambers, 1997, dalam Brown, 2007). Akan tetapi perlu diingat
bahwa kefasihan disini tidak didorong dengan mengorbankan komunikasi langsung
yang jelas dan tidak ambigu. Akhirnya, akan ada lebih banyak spontanitas yang
muncul dalam kelas komunikatif: para murid didorong untuk menghadapi
situasi-situasi yang spontan di bawah bimbingan,
bukan kontrol, guru.
b.
Tujuan Kelas Komunikatif
Littlewood (1987:17) merangkum tujuan pembelajaran dalam
kelas komunikatif menjadi empat:
1. Menyediakan latihan tugas-menyeluruh (whole-task practice)
Dalam kelas komunikatif, penting untuk membedakan antara
(a) melatih skill tersendiri (part skill),
dan (b) melatih skill secara keseluruhan atau disebut whole task practice. Ketika kita belajar berenang, terkadang kita
belajar kemampuan tertentu secara terpisah (menahan nafas, melompat ke air,
dll) namun kita juga terkadang dituntut untuk langsung berenang jarak dekat.
Dalam pembelajaran bahasa, aktivitas kelas komunikatif disusun untuk sesuai
dengan kemampuan pembelajar.
2. Mendorong motivasi pembelajar
Tujuan utama pembelajar bahasa adalah untuk mampu
berkomunikasi dengan baik dengan orang lain dalam bahasa yang dipelajari.
Terlebih lagi, konsepsi umum pembelajar bahasa adalah bahasa sebagai alat
komunikasi bukan suatu sistem struktural. Jika demikian, maka kesuksesan proses
belajar siswa akan lebih memungkinkan untuk dicapai.
3. Menyediakan pembelajaran natural (natural learning)
Pembelajaran bahasa terjadi dalam diri siswa. Sebagai
guru kita mengerti ke-frustasi-an mereka dalam belajar bahasa. Terkadang,
beberapa aspek bahasa berada di luar kontrol pedagogis mereka. Aspek-aspek
dalam pembelajaran bahasa ini hanya mampu didapatkan melalui proses natural,
yaitu penggunaan bahasa untuk tujuan komunikatif.
4. Menciptakan konteks yang mendukung pembelajaran
Interaksi yang terjadi dalam aktivitas komunikatif
membantu menciptakan hubungan personal yang positif antara murid-murid maupun
murid-guru. Hubungan ini membuat kelas menjadi lebih ‘manusiawi’sehingga
menciptakan lingkungan yang supportive
terhadap usaha siswa untuk belajar bahasa.
c.
Peran Guru dan Siswa dalam Kelas PBK
Guru dalam PBK menurut Richards dan Rodgers (2001)
memiliki dua peran utama: (a) memfasilitasi komunikasi yang terjadi antara
murid dengan murid, maupun murid dengan aktivitas atau teks yang diberikan, dan
(b) menjadi partisipan independen dalam aktivitas yang terjadi di kelas. Peran
guru yang lain menurut mereka adalah sebagai analis kebutuhan siswa, konselor,
dan pengelola proses kelompok (group
process manager). Siswa, diatas apapun, adalah komunikator (Larsen-Freeman,
2001). Mereka mencoba untuk bertukar makna—mencoba dipahami dan memahami orang
lain—walaupun pengetahuan mereka dalam bahasa yang dipelajari masih belum
lengkap.
d.
Prosedur dan Materi Pengajaran
Berikut ini adalah contoh prosedur pengajaran bahasa
komunikatif dalam kelas Bahasa Inggris yang diberikan oleh Finocchiaro dan
Brumfit (dalam Richards & Rodgers, 2001):
1.
Pemberian dialog
atau mini dialog yang diawali oleh motivasi dari guru diikuti oleh diskusi
mengenai dialog yang diberikan (topik, dialog, ke-formal-an dll).
2.
Latihan lisan
ungkapan-ungkapan (utterances) yang
ada dalam dialog yang dicontohkan oleh guru.
3.
Tanya jawab
mengenai topik dan situasi dialog.
4.
Tanya jawab
mengenai pengalaman siswa mengenai topik/ situasi dalam dialog.
5.
Mempelajari
ekspresi-ekpresi inti dalam dialog dan fungsinya memberi contoh ungkapan serupa
dalam kehidupan nyata.
6.
Siswa menemukan
generalisasi atau aturan-aturan sktruktural dari ungkapan-ungkapan dalam
dialog.
7.
Pengenalan lisan,
aktivitas interpretatif.
8.
Aktivitas produksi
lisan—bertahap dari guided activities sampai
freer activities.
9.
Sampling dari
tugas tertulis, jika ada.
10. Evaluasi lisan mengenai materi yang dipelajari, contoh “How would you ask your friend to_____?”
dan “How would you ask me to_____?”
Materi yang digunakan dalam kelas PBK misalnya: materi
otentik, scrambled sentences, information
gap, permainan bahasa, cerita bergambar, dan role play.
Penyusun metode Respons Fisik
Total atau Total Physical Response (TPR), James Asher, mencatat bahwa
anak-anak, saat belajar bahasa pertama mereka, terlihat banyak mendengar
sebelum mereka berbicara, dan bahwa kegiatan mendengar itu disertai oleh
respons-respons fisik seperti meraih, meraba, bergerak, melihat, dan lain-lain.
Asher juga memberikan perhatian kepada pembelajaran otak kanan. Menurut Asher
(melalui Brown, 2007: 84) “aktivitas motor adalah fungsi otak kanan yang
pastilah mendahului pemrosesan bahasa oleh otak kiri”. Hal ini pula yang membuat
Asher yakin bahwa seringkali kelas-kelas bahasa adalah tempat yang luar biasa
mencemaskan dan membuat ia berkeinginan untuk membuat dan mengembangkan sebuah
metode yang sebisa mungkin bebas stress, di mana para pembelajar bahasa tidak
akan merasa canggung dan defensif. Oleh karena itu kelas TPR yang dikembangkan
oleh Asher adalah sebuah kelas di mana para murid banyak mendengar dan
bertindak. Sang guru mengarahkan dalam mengorkestrasi sebuah performa:
“Instruktur adalah sutradara sebuah lakon sandiwara di mana para murid adalah
aktornya” (Asher, 1977: 43).
Pada saat ini TPR banyak
dipakai sebagai jenis aktivitas kelas. Banyak kelas komunikatif dan interaktif
yang berhasil memanfaatkan aktivitas-aktivitas TPR untuk menghadirkan masukan
auditoris maupun aktivitas fisik. Target pembelajar yang menggunakan metode TPR
adalah anak-anak, hal ini dikarenakan konsep dari metode TPR adalah merespon
instruksi yang bentuknya adalah berupa kalimat perintah dengan respons fisik
secara langsung, yang bila diterapkan kepada pembelajar bahasa yang sudah
dewasa hasilnya tidak efektif.
a.
Tujuan Total Physical Response (TPR)
Metode TPR bagi guru, bertujuan agar tercipta suasana
yang nyaman sehingga siswa dapat menikmati pembelajaran dan dapat belajar untuk
berkomunikasi menggunakan bahasa asing dengan baik. Hal ini dikarenakan pada
dasarnya metode TPR ini dikembangkan untuk mengurangi tekanan bagi siswa di
dalam kelas, dan membuat suasana kelas menyenangkan. (Larson-Freeman, 1986:
116)
b.
Peran Guru dan Siswa
Guru memegang peran sebagai
sutradara, sedangkan para siswa bertindak sebagai artisnya. Jadi dalam metode
TPR ini peran guru amatlah penting, karena guru yang mengatur semua yang ada di
dalam kelas. Guru memberikan perintah pada siswa, yang sejatinya perintah itu
adalah bagian dari metode TPR, kemudian siswa diminta untuk merespon
instruksi-instruksi berupa kalimat-kalimat perintah dari guru dengan melakukan
tindakan (respons fisik). Peran siswa di sini tidak terlalu penting karena
gurulah yang memegang kontrol. (Larson-Freeman, 1986: 116)
c.
Karakteristik Proses Pengajaran dan Pembelajaran
Larson-Freeman (1986: 116)
menyatakan bahwa pada tahap pertama metode TPR, guru bertindak sebagai model
atau contoh. Guru dapat memberikan instruksi pada beberapa siswa dan kemudian
mencontohkan atau mempraktekkannya di hadapan siswa agar para siswa dapat
memahami intruksi yang diberikan dan dapat mengikuti. Pada tahap kedua para
siswa dapat mendemonstrasikan apa yang mereka pahami dari perintah-perintah
yang tadi sudah diberikan dengan teman-temannya sendiri. Kemudian sampai pada
tahap ketika para siswa sudah mengerti, memahami serta dapat merespon
perintah-perintah dengan respon fisik, para siswa dapat belajar lebih jauh
untuk membaca dan menuliskannya. Hingga pada saatnya para siswa sudah siap
untuk berbicara, mereka bisa menjadi orang yang memberikan instruksi atau
perintah.
d.
Teknik-teknik yang digunakan dalam metode TPR
1.
Penggunaan kalimat-kalimat perintah untuk mengarahkan
tindakan
Teknik ini adalah teknik yang
paling sering digunakan. Kalimat-kalimat perintah diberikan pada siswa agar
siswa dapat merespon dengan tindakan. Tindakan yang dilakukan membuat maknanya
menjadi jelas. Asher menyarankan para guru agar dapat membuat suasana kelas
menjadi hidup, oleh karena itu guru harus mempersiapkan kalimat-kalimat
perintah yang akan digunakan di dalam kelas. Persiapan itu akan membuat kelas
menjadi teratur dan hidup. Namun jika guru mencoba untuk membuat kalimat
perintah pada saat di dalam kelas tanpa persiapan, hal itu akan membuat kelas
berjalan lambat dan membosankan. (Larson-Freeman, 1986: 118)
2.
Pergantian peran
Siswa dapat berganti peran
dengan guru untuk memberikan kalimat-kalimat perintah kepada siswa-siswa
lainnya. Asher menyatakan bahwa dalam 10-12 jam penggunaan TPR, maka siswa akan
tertarik untuk memberikan perintah juga, hal ini dapat membuat siswa berani
berbicara. Teknik ini adalah variasi atau penambahan dari teknik sebelumnya,
karena teknik ini bukan lah teknik mayor dari metode TPR. (Larson-Freeman,
1986: 119)
3.
Tindakan yang saling berhubungan
Pada suatu waktu guru juga
dapat memberikan kalimat-kalimat perintah yang saling berhubungan. Misalkan
guru menyuruh siswa untuk menunjuk ke pintu, kemudian memberikan perintah untuk
berjalan menuju pintu dan kemudian diberikan perintah untuk menyentuh pintu.
Hal ini akan membantu siswa untuk dapat mengingat dan belajar lebih banyak.
(Larson-Freeman, 1986: 119)
KESIMPULAN
Pengajaran
Bahasa Komunikatif
Pengajaran Bahasa Komunikatif
atau Communicative Language Teaching paling
baik dipahami sebagai pendekatan daripada metode. Dari penjelasan di atas,
terlihat bahwa PBK memiliki kemiripan dengan situational language teaching atau
grammar-translation. Hal itu disebabkan karena PBK tidak menolak
pendekatan-pendekatan tradisional, akan tetapi diinterpretasi ulang (reinterpreted) dan dikembangkan.
Karakteristik CLT sering menyulitkan guru bukan penutur asli yang tidak cakap
betul dalam bahasa yang diajarkan untuk mengajar dengan efektif. Kelemahan ini,
bagaimanapun, jangan menghalangi orang untuk mencapai tujuan-tujuan komunikatif
di kelas. Teknologi (video, televisi, kaset audio, internet, software
komputer) bisa membantu guru untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Apalagi,
menurut pengamatan Brown (2007: 242), ada peningkatan yang cukup signifikan
pada kecakapan pada guru-guru bukan penutur asli dalam kira-kira satu dasawarsa
terakhir. Brown juga berpendapat bahwa jika lembaga-lembaga pendidikan dan
politik di berbagai negara menjadi lebih peka terhadap pentingnya pengajaran
bahasa asing untuk tujuan komunikatif (bukan sekedar untuk memenuhi
“persyaratan” atau “lulus tes”), barangkali kita akan lebih mampu mewujudkan
tujuan-tujuan pengajaran bahasa komunikatif.
Total Physical
Response
Total Physical
Response, dapat juga disebut juga
perluasan dari English Through Action
yang dipelopori oleh Palmer & Palmer. Namun semua metode yang pernah
digunakan terus berkembang seiring zaman, ada yang disempurnakan, ada bagian
yang diambil, ada yang disempurnakan, termasuk metode TPR yang diperbaharui
dengan mengacu kepada teori psikologi yang lebih mutakhir. Hal ini juga menjadi
lebih popular karena dukungan yang menekankan pada peran pemahaman dalam
akuisisi bahasa kedua. Asher (1977) pun menekankan bahwa harus ada asosiasi
yang dilakukan dengan metode atau teknik lainnya agar menjadi lebih efektif.
References
Asher, J. (1977). Learning Another Language Through Actions:
The Complete Teacher’s Guide Book. Los Catos, California: Sky Oaks
Productions.
Aziez, F., &
Alwasilah, C. (1996). Pengajaran Bahasa
Komunikatif: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Brown, H. Douglas.
(2007). Principles of Language Teaching
and Learning, Fifth Edition. New
York: Pearson Education, Inc.
Iskandarwassid
& Sunendar, Dadang. (2008). Strategi
Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Krashen, Stephen D.
(1982). Principles and Practice of Second
Language Acquisition. Pergamon Press Inc.
Larsen-Freeman,
Diane. (1986). Techniques and Principle
in Language Teaching. Oxford, UK: Oxford University Press, Inc.
Larsen-Freeman,
Diane. (2001). Techniques and Principle
in Language Teaching. Oxford, UK: Oxford University Press, Inc.
Littlewood, William
(1981). Communicative Language Teaching.
Cambridge: Cambridge University Press
Nunan, David.
(1989). Designing Tasks for the
Communicative Classroom. Cambridge: Cambridge University Press
Cambridge, UK: Cambridge University Press.
No comments:
Post a Comment